sejarah munculnya TEMPE
Sejarah tempe
Penemuan tempe berhubungan erat dengan produksi tahu di Jawa,
karena keduanya dibuat dari kacang kedelai. Tahu sendiri dibawa oleh orang
Tiongkok ke Jawa, yang mungkin sudah ada sejak abad ke-l7. “Bukan hanya
bahannya yang sama, akan tetapi mungkin juga secara langsung penemuan tempe
berkaitan dengan produksi tahu,” tulis Ong.
“Tempe muncul dari kedelai
buangan pabrik tahu yang kemudian dihinggapi kapang. Kemudian jadi tempe
kedelai,” kata wartawan spesialis sejarah pangan.
Ong kemudian mengaitkan
perkembangan tempe dengan kepadatan penduduk, baik di Tiongkok maupun di Jawa.
Kepadatan penduduk sejak berabad-abad telah mempengaruhi seni masak Tiongkok.
Akibat kepadatan penduduk terjadi persaingan ruang antara manusia dan hewan
yang memerlukan ladang-ladang rumput luas bagi hidupnya. Akibatnya, seni masak
Tiongkok berkisar pada hewan peliharaan rumah seperti babi, ayam, bebek, dan
sebagainya.
Keadaan itu tidak jauh berbeda
dengan Jawa. Pekarangan menyediakan bahan baku makanan seperti ayam, kambing,
sayur-sayuran, pohon kelapa, dan lain-lain. “Baru dalam abad ke-l9, menu hewani
akhirnya berubah menjadi tempe. Ini akibat kenaikan jumlah penduduk yang amat
tinggi pada abad ke-19, sehingga Pulau Jawa menjadi wilayah pertama yang sangat
padat di Asia Tenggara,” tulis Ong.
Di sisi lain, lanjut Ong, meluasnya perkebunan kolonial membuat
wilayah hutan menciut dan membuat para petani sebagai kulinya, mengurangi
berburu, beternak maupun memancing. Dampaknya, menu makanan orang Jawa yang
tanpa daging. Tanam paksa makin membuat bahan makanan seperti tempe menjadi
sangat vital sebagai penyelamat kesehatan penduduk.
“Bisa dikatakan,” tulis Ong,
“penemuan tempe adalah sumbangan Jawa pada seni masak dunia. Sayangnya, seperti
halnya banyak penemuan makanan sebelum zaman paten, maka penemu tempe pun
anonim,” lanjutnya.
Ditilik dari muasal katanya,
menurut Astuti, tempe bukan berasal dari bahasa Tiongkok, tapi bahasa Jawa
kuno, yakni tumpi, makanan berwarna putih yang
dibuat dari tepung sagu, dan tempe berwarna putih. Kata tempe juga ditemukan
dalam Serat Centhini jilid ketiga, yang menggambarkan perjalanan Cebolang dari
candi Prambanan menuju Pajang, mampir di dusun Tembayat wilayah Kabupaten
Klaten dan dijamu makan siang oleh Pangeran Bayat dengan lauk seadanya: “…brambang jae santen tempe … asem sambel lethokan …” sambel lethok dibuat dengan bahan
dasar tempe yang telah mengalami fermentasi lanjut. Pada jilid 12 kedelai
dan tempe disebut bersamaan: “…kadhele
tempe srundengan…”
“Tempe berasal dari kata
Nusantara tape, yang mengandung arti
fermentasi, dan wadah besar tempat produk fermentasi disebut tempayan,”
tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan
Asia.
Menurut Ong, dalam Encyclopaedia
van Nederlandsch Indie (l922),
tempe disebut sebagai “kue” yang terbuat dari kacang kedelai melalui proses
peragian dan merupakan makanan kerakyatan (volk’s voedsel).
Disebut makanan kerakyatan,
kata Maryoto, karena tempe diciptakan oleh rakyat, bukan istana. “Karena itu,
muncul istilah ‘bangsa tempe’, sebagai bentuk stigmatisasi dari kalangan
priyayi,” ujar Maryoto. “Sekarang tempe tidak lagi sebagai makanan rakyat,”
Maryoto menambahkan. “Pamor tempe semakin terangkat ketika gairah kuliner meningkat,
sehingga tempe manjadi makanan kita semua.”